PENDAHULUAN
Protokol adalah etiket berdiplomasi dan urusan negara. Sebuah protokol
adalah sebuah aturan yang membimbing bagaimana sebuah aktivitas selayaknya
dijalankan terutama dalam bidang diplomasi. Dalam bidang diplomatik dan
pemerintahan protokol usaha seringkali garis pembimbing yang tak tertulis.
Protokol membahas kebiasaan yang layak dan diterima-umum dalam masalah negara
dan diplomasi, seperti menunjukkan rasa hormat kepada kepala negara, diplomat
utama dalam urutan kronologikal dalam pengadilan, dan lain-lain.
Dalam hukum internasional dan hubungan internasional, sebuah protokol
adalah sebuah perjanjian atau persetujuan
internasional yang
menambah perjanjian atau persetujuan internasional sebelumnya.
A. PROTOKOLER
- Pengertian dan
Sejarah Protokoler
Dalam pengertian luas protokoler adalah seluruh hal
yang mengatur pelaksanaan suatu kegiatan baik dalam kedinasan/kantor maupun
masyarakat.
- Sejarah Kata Protokol
Secara estimologis istilah protokol dalam bahasa
Inggris protocol, bahasa Perancis protocole, bahasa Latin protocoll(um)
dan bahasa Yunani protocollon. Dalam kamus Bahasa Inggris Oxford,
"Protocol is the code of ceremonial forms or
courtesies used in official dealings, as between heads of state or
diplomats."
Awalnya, istilah protokol berarti halaman pertama yang
dilekatkan pada sebuah manuskrip atau naskah. Sejalan dengan perkembangan
jaman, pengertiannya berkembang semakin luas tidak hanya sekedar halaman
pertama dari suatu naskah, melainkan keselurahan naskah yang isinya terdiri
dari catatan, dokumen persetujuan, perjanjian, dan lain-lain dalam lingkup
secara nasional maupun internasional.
Perkembangan selanjutnya, protokol berarti
kebiasan-kebiasan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan formalitas,
tata urutan dan etiket diplomatik. Aturan-aturan protokoler ini menjadi acuan
institusi pemerintahan dan berlaku secara universal.
Masalah protokoler ditujukan pada keberhasilan
pelaksanaan suatu kegiatan dan pada hal-hal yang mengatur seluruh manusia yang
terlibat dalam pelaksanaan suatu kegiatan.
Suatu kegiatan apapun pada dasarnya merupakan pelaksanaan dari hasil
kerja tahapan-tahapan sebelumnya. Tahapan-tahapan tersebut diperlukan untuk
menunjang suksenya puncak acara.
Dalam Rapat Kerja Nasional-Rakernas Protokol tanggal
7-9 Maret 2004 di Jakarta disepakati keprotokolan adalah ”Norma-norma atau
aturan-aturan atau kebiasaan yang dianut atau diyakini dalam kehidupan
bernegara, berbangsa, pemerintah dan masyarakat.”
Keprotokolan di Indonesia diatur dalam Undang-undang
nomor 8 tahun 1987, ialah serangkaian aturan dalam acara kenegaraan atau acara
resmi yang meliputi aturan mengenai tata tempat, tata upacara dan tata
penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan atau kedudukannya dalam
negara, pemerintahan atau masyarakat.
- Persyaratan Menjadi
Protokoler.
Persyaratan untuk menjadi protokoler
yaitu :
1)
Mempunyai pengetahuan dan pengaiaman
luas terutama dalam hubungan antar manusia
2)
Bermental kuat dan kepribadian
tangguh
3)
Trampil dan cekatan menguasai situasi
4)
Mampu mengambil keputusan dengan
cepat tetapi cermat
5)
Sangat peka terhadap permasalahan
yang timbul
6)
Sangat memahami perasaan orang lain
7)
Sederhana dan sopan serta hormat pada
setiap orang
8)
Pandai membawa diri dan selalu mawas
diri
9)
Rendah hati tetapi tidak rendah diri
10) Penampilan
menarik
11) Pandai
berbusana sesuai dengan suasana
12) Berbahasa
dengan tekanan dan suara yang baik
13) Memiliki
pengetahuan tentang ketatausahaan dan unsure-unsur manajemen
14) Menguasai
istilah-istilah baru dan bahasa asing
Adapun yang mengatur kegiatan protokol adalah pejabat
protokol yang berkompenten dalam menyelenggarakan keprotokolan dan seseorang
yang memiliki tugas dan fungsi yang berkaitan dengan keprotokolan.
- Jenis-jenis Kegiatan
Protokol
Jenis-jenis kegiatan keprotokolan
dapat meliputi:
- Jenis kegiatan Umum/
Kenegaraan
Jenis Kegiatan yang bersifat umum
dapat pula berlaku di tingkat Universitas/ Perguruan tinggi/ Kedinasan
instansi, antara lain berbentuk:
Ø Upacara
pelantikan dan serah terima jabatan
Ø Upacara
penandatanganan naskah kerjasama
Ø Upacara
sumpah pegawai
Ø Upacara
peresmian/ pembukaan gedung baru
Ø Peresmian
pembukaan seminar, symposium, siskusi dan sebagainya
- Jenis kegiatan yang
bersifat Universitas/ Perguruan tinggi
Ø Upacara
Dies Natalies
Ø Upacara
wisuda sarjana
Ø Upacara
pengukuhan guru besar
Ø Upacara
promosi Doktor/ Doktor Honoris Causa
- Aktivitas Protokoler
Aktivitasnya terdiri atas 5 hal yaitu
Ø Tata
ruang,
Ø Tata
upacara,
Ø Tata
Tempat,
Ø Tata
Busana,
Ø Tata
Warkat.
- Tata ruang,
Tata ruang adalah pengatur ruang atau tempat yang akan
dipergunakan sebagai tempat aktivitas.
Ruang harus dipersiapkan sesuai dengan ketentuan, tergantung dari jenis
aktivitas.
ü Perangkat
keras, adalah berbagai macam perlengkapan yang diperlukan untuk maksud suatu
kegiatan berupa meja, kursi/sofa, sound system/ public address, dekorasi,
permadani, bendera, taman dan lain sebagainya
ü Perangkat
lunak, antara lain personil yang terlibat dalam rangka pelaksanaan suatu
kegiatan seperti, penerima tamu, pemandu acara, petugas keamanan, petugas
konsumsi dan sebagainya.
Yang perlu diperhatikan :
Ø Ruang
harus sesuai dengan kebutuhan (jumlah kursi dan meja)
Ø Papan
nama petunjuk yang diperlukan
Ø Tata
suara yang memadai, disesuaikan dengan tata ruang dan tempat
Ø Tata
lampu yang mencukupi kebutuhan.
Penjelasan mengenai perangkat keras
sudah disebutkan, namun masih perlu diingat mengenai :
Ø Jumlah
kursi, meja dan perlengkapan sound system, perlengkapan konsumsi
Ø Perangkat
lunak, terdiri dari personil yang bertugas sebagai pelaksana di lapangan,
termasuk pemandu acara/pembawa acara, penerima tamu, konsumsi, keamanan dan
sebagainya
Ø Khusus
Pemandu Acara (MC), dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)
Sebagai pemandu acara ia akan
melaksanakan tugas sebagai MC
Ø Sikap
yang tegas dan berdisiplin tinggi
Ø Volume
suara yang konstan dan mantap
Ø Kemampuan
menguasai bahasa secara baik, bahasa Indonesia maupun bahasa asing.
Ø Kepekaan
terhadap situasi, dalam arti mampu menguasai keadaan dan mampu mengambil keputusan
Ø Sifat
yang tidak mudah tersinggung
Ø Berkepribadian
2)
Pemandu acara adalah kemudi dari
seluruh pelaksanaan kegiatan acara, oleh sebab itu harus trampil dengan cepat
tanggap membaca situasi
3)
Harus dapat menempatkan diri cukup
sopan dan simpatik
4)
Mengetahui tempat
posisi berdiri yang
tepat (menguasai arena kegiatan)
5)
Pandai mengatur volume suara
6)
Tidak dibenarkan pemandu acara
mengulas (memberikan komentar) pidato seseorang
7)
Mampu menguasai massa
Tata upacara,
Tata upacara adalah tata urutan kegiatan, yaitu
bagaimana suatu acara harus disusun sesuai dengan jenis aktivitasnya. Untuk keperluan itu harus diperhatikan:
- jenis kegiatan;
- bahasa pengantar yang
dipergunakan;
- materi aktivitas.
Dalam tata upacara, supaya direncanakan siapa yang
akan terlibat dalam kegiatan upacara, personil penyelenggara dan alat penunjang
lain. Pengisi acara, misal dalam
memberikan sambutan, diperhatikan jenjang jabatan mereka yang akan memberikan
sambutan. Kesediaan mereka yang
menyambut, jauh sebelumnya sudah dihubungi.
Untuk kelancaran suatu "upacara" diperlukan seorang
"stage manajer" yang bertugas menjadi penghubung antara pembawa acara
dan pelaksana upacara.
Tata Tempat (Preseance)
Kata preseance berasal dari bahasa Perancis atau dalam
bahasa Inggris precende yang artinya urutan. Maksudnya disini adalah urutan berdasarkan
prioritas, atau siapa yang lebih dulu.
Secara keseluruhan, dapat diartikan
preseance adalah ketentuan atau norma yang berlaku dalam hal tata duduk para
pejabat, yang biasanya didasarkan atas kedudukan ketatanegaraan dari pejabat
yang bersangkutan, kedudukan administratif/struktural dan kedudukan sosial. Tata urutan tempat duduk
di Indonesia diatur dengan Keputusan Presiden nomor 265 tahun 1968.
Pihak-pihak yang berhak didahulukan dalam preseance:
1)
Golongan Very Important Person (VIP),
pihak yang didahulukan karena jabarannya atau kedudukannya.
2)
Golongan Very Important Citizen
(VIC), pihak yang didahulukan karena derajatya, misalnya bangsawan dan
sebagainnya.
Pedoman Preseance:
- Aturan dasar
Preseance
ü Orang
yang dianggap paling utama atau tertinggi, mempunyai urutan paling depan atau
mendahului,
ü Jika
orang-orang dalam posisi duduk atau berdiri berjajar, yang paling penting
adalah mereka yang di sebelag kanan.
- Aturan umum tata
tempat
ü Jika
duduknya menghadap meja, yang dianggap tempat pertama adalah menghadap pintu
keluar. Yang duduk di dekat pintu dianggap paling terakhir.
ü Dalam
pengaturan tempat suatu jajaran (dari sisi ke sisi), yaitu bila orang-orang
tersebut berjajar pada garis yang sama, maka tempat sebelah kanan di luar atau
tempat yang paling tengah adalah yang pertama tergantung situasi.
- Aturan tempat duduk
Urutan tempat duduk diatur menurut aturan sebagai
berikut:
ü Yang
didahulukan adalah tempat duduk yang paling tinggi
ü Berikutnya
diatur secara berurutan berdasarkan letak tempat sebelah yang utama, sebelah
kanan merupakan urutan nomor tiga, sebelah kiri urutan nomor tiga.
- Atutan urutan
memasuki kendaraan
Tata urutan memasuki kenderaan, bagi undangan resmi
atau kenegaraan memerlukan perhatian dan penanganan khusus bahkan perencanaan
yang matang. Tipe kenderaan juga mempengaruhi pengaturan itu. Peranan
pengemudi, ia juga harus mengenal pengetahuan protokoler, termasuk
penampilannya.
Beberapa cara bagaimana memasuki pesawat udara, kapal
laut, kenderaan mobil atau kereta api sebagai berikut:
ü Pesawat
udara : Seorang dengan urutan pertama akan masuk pesawat udara yang paling
akhir, sedangkan kalau menuruni pesawat, orang yang utama akan turun lebih
dahulu.
ü Kapal
laut: orang yang utama, naik terlebih dahulu dan akan turun akan turun lebih
dahulu
ü Kenderaan
mobil atau kereta: orang yang paling utama baik sewaktu naik maupun sewaktu
turun akan mendahului yang lain. Namun
demikian apabila letak kendaraan tidak dapat diatur sedemikian rupa karena
keadaan, hal tersebut merupakan suatu
perkecualian.
ü Letak kenderaan hendaknya dihadapkan ke kiri, artinya arah kenderaan akan
menuju, berada di sebelah kiri kita.
ü Yang
utama duduk di tempat duduk sebelah kanan, sedang berikutnya di sebelah kiri.
ü Bila sampai ke tempat tujuan dan akan turun, hendaknya kenderaan dihadapkan
ke sebelah kanan, sehingga memudahkan yang utama dapat turun lebih dahulu.
ü Jika
penumpang mobil tiga orang dan duduk di belakang, maka orang yang paling
terhormat duduk disebelah kanan, orang ke dua duduk paling kiri, dan orang
ketiga duduk di tengah.
ü Jika mobil dimungkinkan di duduki oleh lebih dari 5 atau 6 orang, karena
ada tambahan bak di tengah, maka bak yang paling tengah diduduki oleh orang
yang paling rendah kedudukannya, yang lebih tinggi menduduki di sebelah kanan
kirinya.
Tata Busana.
Tata busana disini ialah pakaian yang harus yang
dimaksud ialah pakaian yang harus dikenakan pada suatu aktivitas protokoler,
baik oleh para pejabat undangan ataupun pelaksana kegiatan.
Tata busana harus ditentukan atau dicantumkan pada
surat undangan yang dikirimkan baik formal maupun informal.
Jenis tata busana yang perlu diketahui:
Ø Pakaian
Sipil Lengkap (PSL)
Ø Pakaian
Sipil Harian (PSH)
Ø Pakaian
Oinas Lapangan (PDL)
Ø Pakaian
Dinas Harian (PDH)
Ø Pakaian
Dinas Upacara I, II, II, (PDU) untuk kalangan militer.
Ø Pakaian
Resmi Jabatan (untuk pejabat tertentu)
Ø Pakaian
Nasional atau pakaian resmi organisasi (Dharma Wanita, Korpri)
Ø Toga
(Untuk Perguruan Tinggi/lnstitut)
TataWarkat.
Pengaturan mengenai undangan yang akan dikirim untuk
suatu kegiatan. Hal yang perlu diperhatikan ialah:
Ø Daftar
nama tamu yang akan diundang hendaknya sudah disiapkan sesuai dengan
jenis/keperluan kegiatan.
Ø Jumlah
undangan disesuaikan dengan kapasitas tempat, kepentingan serta tercapainya
tujuan kegiatan sendiri.
Ø Bentuk
undangan sedapat mungkin dibakukan untuk setiap jenis kegiatan, baik mengenai
format, isi dan sebagainya.
Ø Menulis
nama orang yang diundang hendaknya secara benar dan jelas baik mengenai nama,
pangkat, jabatan dan alamatnya.
Ø Dalam
undangan perlu dijelaskan undangan diperuntukkan beserta istri/suami atau
tidak. Tidak dibenarkan dalam undangan
resmi disebutkan undangan berlaku untuk beberapa orang.
Ø Mencantumkan
kode undangan pada sampul undangan untuk mempermudah penempatan duduknya.
Ø Mencantumkan
ketentuan mengenai pakaian yang dikenakan.
Ø Menentukan
batas waktu penerimaan tamu.
Ø Catatan
dalam undangan agar memberitahukan kehadirannya atau ketidak hadirannya (RSVP
yang merupakan singkatan: Respondez s’il vous plaiz)
Ø Undangan
dikirim dalam waktu relatif tidak terlalu lama dengan waktu pelaksanaan
kegiatan (seminggu sebelumnya hendaknya sudah terkirim).
- Tata Cara Mengatur
Kegiatan Protokol
Dalam mengatur kegiatan keprotokolan harus memiliki:
ü Tata
cara, setiap kegiatan acara harus dilakukan secara tertib, khidmat serta setiap
perbuatan atau tindakan yang dilakukan menurut aturan dan urutan yang telah
dilakukan.
ü Tata
krama, yaitu etiket dalam pemberian penghormatan
ü Aplikasi
aturan-aturan, yaitu penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
keprotokolan dan yang berkaitan dengan keprotokolan harus berlaku selaras
dengan situasi dan kondisi.
- Peran dan Fungsi
Protokoler
Peran dan fungsi protokoler turut menentukan
keberhasilan kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi atau institusi.
Disamping itu, protokol juga merupakan bagian yang melekat dari aktivitas
perusahaan dan turut mewarnai budaya kerja, terutama bagi para petugas protokol
yang sangat dekat perannya dalam mendukung tugas kepemimpinan, baik di tingkat
lokal maupun nasional.
Diperlukan adanya keberadaan protokol dalam sebuah
lembaga/ perusahaan adalah karena protokol ikut menentukan terciptanya suasana
yang memperngaruhi keberhasilan suatu acara yang dibuat oleh perusahaan
tersebut. Selain itu dapat menciptakan tata pergaulan yang mndekatkan satu sama
lain dan dapat diterima oleh semua pihak, terciptanya upacara yang khidmat,
megah, dan agung, serta terciptanya ketertiban dan rasa aman dalam menjalankan
tugas.
- Penyelenggaraan
seminar
Tahapan penyelenggaraan seminar :
- Tahap orientasi
- Tahap persiapan
- Tahap pelaksanaan
- Tahap penutupan
- Tahap orientasi, yang
perlu dipertimbangkan adalah :
ü Latar
belakang diadakannya suatu kegiatan
ü Tujuan
diadakannya suatu kegiatan
ü Manfaat
yang akan diperoleh dari suatu kegiatan yang diadakan
ü Kemungkinan
– kemungkinan yang akan terjadi jikan suatu kegiatan tersebut diadakan
- Tahap persiapan,
langkah-langkahnya adalah :
ü Pembentukan
panitia, melalui pembentukan formatur atau musyawarah langsung.
ü Rapat-rapat
panitia, diperlukan untuk mengetahui persiapan – persiapan pelaksanaan kegiatan
agar nantinya kegiatan pokok dapat berjalan lancer sesuai dengan yang
diharapkan.
ü Anggaran
dana, membuat daftar periksa anggaran yang memuat informasi prediksi
pengeluaran yang akan dikeluarkan.
- Tahap pelaksanaan
Memastikan penggunaan ruangan/gedung yang akan
dipakai, memperhatikan kapasitasnya. fasilitas2 dan letak yang strategis
dilihat dari prediksi asal peserta, kenderaan umum, dan juga penataan ruangan.
- Tahap penutupan
Bentuk kegiatan tahap akhir adalah rapat
pertanggungjawaban atas seluruh tanggung jawab masing-masing personal/seksi
sesuai dengan bagian yang menjadi tugasnya.
Setelah semua pekerjaan dianggap selesai maka
dilakukan pembubaran panitia, biasanya dilakukan oleh pejabat tertinggi dalam
kepanitiaan.
- Pembawa Acara
(MC=Pemandu Acara)
1.
Pembawa acara merupakan bagian dari
kegiatan protokoler.
2.
Istilah pembawa acara sering
diartikan sama dengan Announcer {penymr), Toatmasier(pembawa acara untuk
pesta-pesta). Masterof CErEmony(pembawa acara untuk acara yang sifatnya
seremonial. misalnya: upacara wisuda, upacara kenegaraan, dsb).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
:
- Berbusana yang baik
- Nada/volume suara
yang baik
- Tata bahasa yang baik
- Bersikap yang baik
- Cara bertindak dari
acara satu ke acara yang lain
- Cara menutup acara
yang baik
B.
UNDANG-UNDANG PROTOKOLER
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan
yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang
meliputi Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan sebagai bentuk penghormatan
kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan,
atau masyarakat.
2.
Acara Kenegaraan adalah acara yang
diatur dan dilaksanakan oleh panitia negara secara terpusat, dihadiri oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta Pejabat Negara dan undangan lain.
3.
Acara Resmi adalah acara yang diatur dan
dilaksanakan oleh pemerintah atau lembaga negara dalam melaksanakan tugas dan
fungsi tertentu dan dihadiri oleh Pejabat Negara dan/atau Pejabat Pemerintahan
serta undangan lain.
4.
Tata Tempat adalah pengaturan tempat
bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau
organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan
atau Acara Resmi.
5.
Tata Upacara adalah aturan untuk
melaksanakan upacara dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi.
6.
Tata Penghormatan adalah aturan untuk melaksanakan
pemberian hormat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan Negara asing
dan/atau organisasi internasional, dan Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan
atau Acara Resmi.
7.
Pejabat Negara adalah pimpinan dan
anggota lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pejabat Negara yang secara tegas ditentukan
dalam Undang-Undang.
8.
Pejabat Pemerintahan adalah pejabat yang
menduduki jabatan tertentu dalam pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah.
9. Tamu Negara adalah pemimpin negara asing yang
berkunjung secara kenegaraan, resmi, kerja, atau pribadi ke negara Indonesia.
10. Tokoh Masyarakat Tertentu adalah tokoh masyarakat
yang berdasarkan kedudukan sosialnya mendapat pengaturan Keprotokolan.
11. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga perwakilan
rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Pasal 2
Keprotokolan
diatur berdasarkan asas:
a.
kebangsaan;
b.
ketertiban dan kepastian hukum;
c.
keseimbangan, keserasian, dan
keselarasan; dan
d.
timbal balik.
Pasal 3
Pengaturan
Keprotokolan bertujuan untuk:
a.
memberikan penghormatan kepada Pejabat Negara,
Pejabat Pemerintahan, perwakilan Negara asing dan/atau organisasi
internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu, dan/atau Tamu Negara sesuai
dengan kedudukan dalam negara, pemerintahan, dan masyarakat;
b.
memberikan pedoman penyelenggaraan suatu
acara agar berjalan tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai dengan ketentuan
dan kebiasaan yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional; dan
c.
menciptakan hubungan baik dalam tata
pergaulan antarbangsa.
Pasal 4
(1)
Ruang lingkup pengaturan dalam
Undang-Undang ini meliputi:
a.
Tata Tempat;
b.
Tata Upacara; dan
c.
Tata Penghormatan.
(2)
Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberlakukan hanya dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi bagi;
a.
Pejabat Negara;
b.
Pejabat Pemerintahan;
c.
perwakilan negara asing dan/atau
organisasi internasional; dan
d.
Tokoh Masyarakat Tertentu.
Pasal 5
(1)
Penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan
Acara Resmi dilaksanakan sesuai dengan aturan Tata Tempat, Tata Upacara, dan
Tata Penghormatan.
(2)
Acara Kenegaraan dan Acara Resmi dapat
berupa upacara bendera atau bukan upacara bendera.
(3)
Dalam hal terjadi situasi dan kondisi
tertentu yang tidak memungkinkan terlaksananya atau berlangsungnya Acara
Kenegaraan atau Acara Resmi, pelaksanaan acara dimaksud menyesuaikan dengan
situasi dan kondisi tertentu tersebut.
(4)
Penyesuaian pelaksanaan Acara Kenegaraan
atau Acara Resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diputuskan oleh inspektur
upacara.
Pasal 6
(1)
Acara Kenegaraan diselenggarakan oleh Negara
dan dilaksanakan oleh panitia negara yang diketuai oleh menteri yang membidangi
urusan kesekretariatan negara.
(2)
Dalam hal Acara Kenegaraan
diselenggarakan di lingkungan lembaga negara lain, pelaksanaannya dilakukan
oleh kesekretariatan lembaga Negara dimaksud berkoordinasi dengan panitia Negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Penyelenggaraan acara kenegaraan dapat dilaksanakan
di Ibukota Negara Republik Indonesia atau di luar Ibukota Negara Republik
Indonesia.
Pasal 7
(1)
Penyelenggaraan Keprotokolan Acara Resmi dilaksanakan
oleh petugas protokol yang merupakan bagian dari kesekretariatan lembaga negara
dan/atau instansi pemerintahan.
(2)
Penyelenggaraan Acara Resmi dilakukan
oleh:
a.
lembaga negara yang kewenangannya disebutkan
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
lembaga negara yang dibentuk dengan atau
dalam Undang-Undang;
c.
kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian;
d.
instansi pemerintah pusat dan daerah;
dan
e.
organisasi lain.
(3)
Penyelenggaraan Acara Resmi
diselenggarakan di Ibukota Negara Republik Indonesia dan/atau dapat di luar
Ibukota Negara Republik Indonesia.
Pasal 8
Pejabat
Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan Negara asing dan/atau organisasi
internasional, Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi
mendapat tempat sesuai dengan pengaturan Tata Tempat.
Pasal 9
(1)
Tata Tempat dalam Acara Kenegaraan dan
Acara Resmi di Ibukota Negara Republik Indonesia ditentukan dengan urutan:
a.
Presiden Republik Indonesia;
b.
Wakil Presiden Republik Indonesia;
c.
mantan Presiden dan mantan Wakil
Presiden Republik Indonesia;
d.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia;
e.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;
f.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia;
g.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia;
h.
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia;
i.
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia;
j.
Ketua Komisi Yudisial Republik
Indonesia;
k.
perintis pergerakan kebangsaan/ kemerdekaan;
l.
duta besar/Kepala Perwakilan Negara
Asing dan Organisasi Internasional;
m.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Gubernur
Bank Indonesia, Ketua Badan Penyelenggara Pemilihan Umum, Wakil Ketua Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Wakil Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, dan Wakil Ketua
Komisi Yudisial Republik Indonesia;
n.
menteri, pejabat setingkat menteri,
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan anggota Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia, serta Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa
Penuh Republik Indonesia;
o.
Kepala Staf Angkatan Darat, Angkatan
Laut, dan Angkatan Udara Tentara Nasional Indonesia;
p.
pemimpin partai politik yang memiliki
wakil di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;
q.
anggota Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia, Ketua Muda dan Hakim Agung Mahkamah Agung Republik
Indonesia, Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, dan anggota Komisi
Yudisial Republik Indonesia;
r.
pemimpin lembaga negara yang ditetapkan
sebagai pejabat negara, pemimpin lembaga negara lainnya yang ditetapkan dengan undang-undang,
Deputi Gubernur Senior dan Deputi Gubernur Bank Indonesia, serta Wakil Ketua
Badan Penyelenggara Pemilihan Umum;
s.
gubernur kepala daerah;
t.
pemilik tanda jasa dan tanda kehormatan
tertentu;
u.
pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian,
Wakil Menteri, Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara Tentara Nasional Indonesia, Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia, Wakil Gubernur, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah provinsi, pejabat eselon I atau yang disetarakan;
v.
bupati/walikota dan Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; dan
w.
Pimpinan tertinggi representasi
organisasi keagamaan tingkat nasional yang secara faktual diakui keberadaannya
oleh Pemerintah dan masyarakat.
(2)
Tata Tempat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang diadakan di luar Ibukota Negara Republik Indonesia diatur dengan
berpedoman pada urutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 10
(1)
Tata Tempat dalam Acara Resmi di provinsi ditentukan dengan urutan:
a.
gubernur;
b.
wakil gubernur;
c.
mantan gubernur dan mantan wakil
gubernur;
d.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi
atau nama lainnya;
e.
kepala perwakilan konsuler negara asing
di daerah;
f.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah provinsi atau nama lainnya;
g.
sekretaris daerah, panglima/komandan tertinggi
Tentara Nasional Indonesia semua angkatan, kepala kepolisian, ketua pengadilan tinggi
semua badan peradilan, dan kepala kejaksaan tinggi di provinsi;
h.
pemimpin partai politik di provinsi yang
memiliki wakil di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi;
i.
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi
atau nama lainnya, anggota Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh dan anggota Majelis
Rakyat Papua;
j.
bupati/walikota;
k.
Kepala Kantor Perwakilan Badan Pemeriksa
Keuangan di daerah, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah, ketua
Komisi Pemilihan Umum Daerah;
l.
pemuka agama, pemuka adat, dan Tokoh Masyarakat
Tertentu tingkat provinsi;
m. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota;
n.
wakil bupati/wakil walikota dan Wakil
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota;
o.
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota;
p.
asisten sekretaris daerah provinsi, kepala
dinas tingkat provinsi, kepala kantor instansi vertikal di provinsi, kepala
badan provinsi, dan pejabat eselon II; dan
q.
kepala bagian pemerintah daerah provinsi
dan pejabat eselon III.
(2)
Penyelenggara negara, perwakilan negara
asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) hadir dalam Acara Resmi di provinsi
menempati urutan Tata Tempat terlebih dahulu.
Pasal 11
(1)
Tata Tempat dalam Acara Resmi di kabupaten/kota ditentukan dengan urutan:
a.
bupati/walikota;
b.
wakil bupati/wakil walikota;
c.
mantan bupati/walikota dan mantan wakil bupati/wakil
walikota;
d.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota
atau nama lainnya;
e.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah kabupaten/kota atau nama lainnya;
f.
sekretaris daerah, komandan tertinggi
Tentara Nasional Indonesia semua angkatan, kepala kepolisian, ketua pengadilan
semua badan peradilan, dan kepala kejaksaan negeri di kabupaten/kota;
g.
pemimpin partai politik di kabupaten/kota
yang memiliki wakil di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota;
h.
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota
atau nama lainnya;
i.
pemuka agama, pemuka adat, dan Tokoh Masyarakat
Tertentu tingkat kabupaten/ kota;
j.
asisten sekretaris daerah
kabupaten/kota, kepala badan tingkat kabupaten/kota, kepala dinas tingkat
kabupaten/kota, dan pejabat eselon II, kepala kantor perwakilan Bank Indonesia
di tingkat kabupaten, ketua komisi pemilihan umum kabupaten/kota;
k.
kepala instansi vertikal tingkat kabupaten/kota,
kepala unit pelaksana teknis instansi vertikal, komandan tertinggi Tentara Nasional
Indonesia semua angkatan di kecamatan, dan kepala kepolisian di kecamatan;
l.
kepala bagian pemerintah daerah kabupaten/kota,
camat, dan pejabat eselon III; dan
m. lurah/kepala desa atau yang disebut dengan nama
lain dan pejabat eselon IV.
(2)
Dalam hal penyelenggara negara,
perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh
Masyarakat Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 10 ayat
(1) hadir dalam Acara Resmi di kabupaten/kota, para pejabat tersebut menempati urutan
Tata Tempat terlebih dahulu.
Pasal 12
Ketentuan
lebih lanjut mengenai Tata Tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10,
dan Pasal 11 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
Tata
Tempat bagi penyelenggara dan/atau pejabat tuan rumah dalam pelaksanaan Acara
Resmi sebagai berikut:
a.
dalam hal Acara Resmi dihadiri Presiden
dan/atau Wakil Presiden, penyelenggara dan/atau pejabat tuan rumah mendampingi
Presiden dan/atau Wakil Presiden.
b.
dalam hal Acara Resmi tidak dihadiri
Presiden dan/atau Wakil Presiden, penyelenggara dan/atau pejabat tuan rumah
mendampingi Pejabat Negara dan/atau Pejabat Pemerintah yang tertinggi kedudukannya.
Pasal 14
(1)
Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan,
perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh
Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan dan/atau Acara Resmi dapat didampingi
istri atau suami.
(2)
Istri atau suami sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menempati urutan sesuai Tata Tempat suami atau istri.
Pasal 15
(1)
Dalam hal Pejabat Negara, Pejabat
Pemerintahan, kepala perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional,
serta Tokoh Masyarakat Tertentu berhalangan hadir pada Acara Kenegaraan atau
Acara Resmi, tempatnya tidak diisi oleh yang mewakilinya.
(2)
Seorang yang mewakili sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mendapat tempat sesuai dengan kedudukan sosial dan
kehormatan yang diterimanya atau jabatannya.
Pasal 16
Upacara
bendera hanya dapat dilaksanakan untuk Acara Kenegaraan atau Acara Resmi:
a.
Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia;
b.
hari besar nasional;
c.
hari ulang tahun lahirnya lembaga
negara;
d.
hari ulang tahun lahirnya instansi
pemerintah; dan
e.
hari ulang tahun lahirnya provinsi dan kabupaten/kota.
Pasal 17
Tata
upacara bendera dalam penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan Acara Resmi
meliputi:
a.
tata urutan dalam upacara bendera;
b.
tata bendera negara dalam upacara bendera;
c.
tata lagu kebangsaan dalam upacara
bendera; dan
d.
tata pakaian dalam upacara bendera.
Pasal 18
Tata
urutan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a meliputi
tata urutan upacara bendera dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia dan tata urutan upacara bendera dalam upacara
bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b sampai dengan huruf e.
Pasal 19
Tata
urutan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a sekurang-kurangnya
meliputi:
a.
pengibaran bendera negara diiringi
dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya;
b.
mengheningkan cipta;
c.
pembacaan naskah Pancasila;
d.
pembacaan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; dan
e.
pembacaan doa.
Pasal 20
Tata
urutan upacara bendera dalam rangka peringatan hari ulang tahun proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
sekurang-kurangnya meliputi:
a.
pengibaran bendera negara diiringi
dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya;
b.
mengheningkan cipta;
c.
mengenang detik-detik Proklamasi
diiringi dengan tembakan meriam, sirine, bedug, lonceng gereja dan lain-lain
selama satu menit;
d.
pembacaan Teks Proklamasi; dan
e.
pembacaan doa.
Pasal 21
Tata
bendera negara dalam upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf
b meliputi:
a.
bendera dikibarkan sampai dengan saat
matahari terbenam;
b.
tiang bendera didirikan di tempat
upacara; dan
c.
penghormatan pada saat pengibaran atau penurunan
bendera.
Pasal 22
(1)
Tata lagu kebangsaan dalam upacara
bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c meliputi:
a.
pengibaran atau penurunan bendera Negara
dengan diiringi lagu kebangsaan;
b.
iringan lagu kebangsaan dalam pengibaran
atau penurunan bendera negara dilakukan oleh korps musik atau genderang
dan/atau sangkakala, sedangkan seluruh peserta upacara mengambil sikap sempurna
dan memberikan penghormatan menurut keadaan setempat.
(2)
Dalam hal tidak ada korps musik atau gendering
dan/atau sangkakala pengibaran atau penurunan bendera negara diringi dengan
lagu kebangsaan oleh seluruh peserta upacara.
(3)
Waktu pengiring lagu untuk pengibaran
atau penurunan bendera tidak dibenarkan menggunakan musik dari alat rekam.
Pasal 23
(1)
Tata pakaian upacara bendera sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 huruf d dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi disesuaikan menurut
jenis acara.
(2)
Dalam Acara Kenegaraan digunakan pakaian
sipil lengkap, pakaian dinas, pakaian kebesaran, atau pakaian nasional yang
berlaku sesuai dengan jabatannya atau kedudukannya dalam masyarakat.
(3)
Dalam Acara Resmi dapat digunakan pakaian
sipil harian atau seragam resmi lain yang telah ditentukan.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian
sipil lengkap, pakaian dinas, pakaian kebesaran, pakaian nasional, pakaian
sipil harian, atau seragam resmi diatur dalam Peraturan Presiden.
Pasal 24
(1)
Untuk melaksanakan upacara bendera dalam Acara
Kenegaraan atau Acara Resmi, diperlukan kelengkapan dan perlengkapan.
(2)
Kelengkapan upacara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), antara lain, meliputi:
a.
inspektur upacara;
b.
komandan upacara;
c.
perwira upacara;
d.
peserta upacara;
e.
pembawa naskah;
f.
pembaca naskah; dan
g.
pembawa acara.
(3)
Perlengkapan upacara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), antara lain, meliputi:
a.
bendera;
b.
tiang bendera dengan tali;
c.
mimbar upacara;
d.
naskah Proklamasi;
e.
naskah Pancasila;
f.
naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; dan
g.
teks doa.
Pasal 25
Dalam
hal terjadi situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan terlaksananya tata
upacara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, tata upacara dilaksanakan dengan
menyesuaikan situasi dan kondisi tersebut.
Pasal 26
Upacara
bukan upacara bendera dapat dilaksanakan untuk Acara Kenegaraan atau Acara
Resmi.
Pasal 27
Tata
Upacara bukan upacara bendera dalam penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan Acara
Resmi meliputi tata urutan upacara dan tata pakaian upacara.
Pasal 28
Tata
urutan acara bukan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dalam
Acara Kenegaraan atau Acara Resmi, antara lain, meliputi:
a.
menyanyikan dan/atau mendengarkan Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya;
b.
pembukaan;
c.
acara pokok; dan
d.
penutup.
Pasal 29
(1)
Tata pakaian upacara bukan upacara bendera
dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi disesuaikan menurut jenis acara.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
pakaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.
Pasal 30
Bendera
negara dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi upacara bukan upacara bendera
dipasang pada sebuah tiang bendera dan diletakkan di sebelah kanan mimbar.
Pasal 31
(1)
Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan,
perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh
Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi mendapat penghormatan.
(2)
Penghormatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a.
penghormatan dengan bendera negara;
b.
penghormatan dengan lagu kebangsaan; dan/atau
c.
bentuk penghormatan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3)
Tata penghormatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 32
Tamu
Negara, tamu pemerintah, dan/atau tamu lembaga negara lain yang berkunjung ke
Negara Indonesia mendapat pengaturan keprotokolan sebagai penghormatan kepada
negaranya sesuai dengan asas timbal balik, norma-norma, dan/atau kebiasaan dalam
tata pergaulan internasional.
Pasal 33
(1)
Tamu Negara terdiri atas presiden, raja,
kaisar, ratu, yang dipertuan agung, paus, gubernur jenderal, wakil presiden,
perdana menteri, kanselir, dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
(2)
Tamu pemerintah dan/atau tamu lembaga Negara
lainnya dapat terdiri atas pejabat tinggi lembaga negara asing lain, mantan
kepala negara/pemerintahan atau wakilnya, wakil perdana menteri, menteri atau
setingkat menteri, kepala perwakilan negara asing, utusan khusus dan tokoh
masyarakat asing/internasional tertentu lain yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3)
Kunjungan Tamu Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.
kunjungan kenegaraan;
b.
kunjungan resmi;
c.
kunjungan kerja; atau
d.
kunjungan pribadi.
Pasal 34
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengaturan keprotokolan terhadap Tamu Negara, tamu pemerintah,
dan/atau tamu lembaga negara lain diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
Penyelenggaraan
keprotokolan di daerah khusus atau daerah istimewa dilaksanakan dengan
menghormati kekhususan atau keistimewaan daerah tersebut sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 36
Pendanaan
keprotokolan dalam Acara Kenegaraan dan Acara Resmi dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 37
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 43, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3363) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 38
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang
merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang
Protokol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 43, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3363) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 39
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
REFERENSI
Haryati, Sri. Keprotokolan di
Indonesia, Pengertian dan Istilah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Olii, Helena. Pengetahuan Protokol.
Jakarta: Fikom UMB, 2007.
Wiryandari, Rosita. Sejarah dan
Fungsi Keprotokolan. Jakarta: Fikom UMB, 2007
www.panca
.wordpress.com/2006/07/17/sejarah-kata-protokol.
www.unpad.ac.id. Anbarini, Ratih.
Protokol berperan penting dalam pencitraan
oragnaisasi.
http://kbbi.web.id/protokoler