Kamis, 01 Januari 2015

Protokoler Indonesia

PENDAHULUAN

Protokol adalah etiket berdiplomasi dan urusan negara. Sebuah protokol adalah sebuah aturan yang membimbing bagaimana sebuah aktivitas selayaknya dijalankan terutama dalam bidang diplomasi. Dalam bidang diplomatik dan pemerintahan protokol usaha seringkali garis pembimbing yang tak tertulis. Protokol membahas kebiasaan yang layak dan diterima-umum dalam masalah negara dan diplomasi, seperti menunjukkan rasa hormat kepada kepala negara, diplomat utama dalam urutan kronologikal dalam pengadilan, dan lain-lain.
Dalam hukum internasional dan hubungan internasional, sebuah protokol adalah sebuah perjanjian atau persetujuan internasional yang menambah perjanjian atau persetujuan internasional sebelumnya.


    A.     PROTOKOLER

  1. Pengertian dan Sejarah Protokoler

Dalam pengertian luas protokoler adalah seluruh hal yang mengatur pelaksanaan suatu kegiatan baik dalam kedinasan/kantor maupun masyarakat.

  1. Sejarah Kata Protokol

Secara estimologis istilah protokol dalam bahasa Inggris protocol, bahasa Perancis protocole, bahasa Latin protocoll(um) dan  bahasa Yunani protocollon.  Dalam kamus Bahasa Inggris Oxford,

"Protocol is the code of ceremonial forms or courtesies used in official dealings, as between heads of state or diplomats."

Awalnya, istilah protokol berarti halaman pertama yang dilekatkan pada sebuah manuskrip atau naskah. Sejalan dengan perkembangan jaman, pengertiannya berkembang semakin luas tidak hanya sekedar halaman pertama dari suatu naskah, melainkan keselurahan naskah yang isinya terdiri dari catatan, dokumen persetujuan, perjanjian, dan lain-lain dalam lingkup secara nasional maupun internasional.

Perkembangan selanjutnya, protokol berarti kebiasan-kebiasan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan formalitas, tata urutan dan etiket diplomatik. Aturan-aturan protokoler ini menjadi acuan institusi pemerintahan dan berlaku secara universal.

Masalah protokoler ditujukan pada keberhasilan pelaksanaan suatu kegiatan dan pada hal-hal yang mengatur seluruh manusia yang terlibat dalam pelaksanaan suatu kegiatan.  Suatu kegiatan apapun pada dasarnya merupakan pelaksanaan dari hasil kerja tahapan-tahapan sebelumnya. Tahapan-tahapan tersebut diperlukan untuk menunjang suksenya puncak acara.

Dalam Rapat Kerja Nasional-Rakernas Protokol tanggal 7-9 Maret 2004 di Jakarta disepakati keprotokolan adalah ”Norma-norma atau aturan-aturan atau kebiasaan yang dianut atau diyakini dalam kehidupan bernegara, berbangsa, pemerintah dan masyarakat.”

Keprotokolan di Indonesia diatur dalam Undang-undang nomor 8 tahun 1987, ialah serangkaian aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi aturan mengenai tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan atau masyarakat.

  1. Persyaratan Menjadi Protokoler.

Persyaratan untuk menjadi protokoler yaitu :

1)      Mempunyai pengetahuan dan pengaiaman luas terutama dalam hubungan antar manusia
2)      Bermental kuat dan kepribadian tangguh
3)      Trampil dan cekatan menguasai situasi
4)      Mampu mengambil keputusan dengan cepat tetapi cermat
5)      Sangat peka terhadap permasalahan yang timbul
6)      Sangat memahami perasaan orang lain
7)      Sederhana dan sopan serta hormat pada setiap orang
8)      Pandai membawa diri dan selalu mawas diri
9)      Rendah hati tetapi tidak rendah diri
10)  Penampilan menarik
11)  Pandai berbusana sesuai dengan suasana
12)  Berbahasa dengan tekanan dan suara yang baik
13)  Memiliki pengetahuan tentang ketatausahaan dan unsure-unsur manajemen
14)  Menguasai istilah-istilah baru dan bahasa asing

Adapun yang mengatur kegiatan protokol adalah pejabat protokol yang berkompenten dalam menyelenggarakan keprotokolan dan seseorang yang memiliki tugas dan fungsi yang berkaitan dengan keprotokolan.

  1. Jenis-jenis Kegiatan Protokol

Jenis-jenis kegiatan keprotokolan dapat meliputi:

  1. Jenis kegiatan Umum/ Kenegaraan
Jenis Kegiatan yang bersifat umum dapat pula berlaku di tingkat Universitas/ Perguruan tinggi/ Kedinasan instansi, antara lain berbentuk:

Ø  Upacara pelantikan dan serah terima jabatan
Ø  Upacara penandatanganan naskah kerjasama
Ø  Upacara sumpah pegawai
Ø  Upacara peresmian/ pembukaan gedung baru
Ø  Peresmian pembukaan seminar, symposium, siskusi dan sebagainya

  1. Jenis kegiatan yang bersifat Universitas/ Perguruan tinggi

Ø  Upacara Dies Natalies
Ø  Upacara wisuda sarjana
Ø  Upacara pengukuhan guru besar
Ø  Upacara promosi Doktor/ Doktor Honoris Causa

  1. Aktivitas Protokoler

Aktivitasnya terdiri atas 5 hal yaitu
Ø  Tata ruang,
Ø  Tata upacara,
Ø  Tata Tempat,
Ø  Tata Busana,
Ø  Tata Warkat.

  1. Tata ruang,
Tata ruang adalah pengatur ruang atau tempat yang akan dipergunakan sebagai tempat aktivitas.  Ruang harus dipersiapkan sesuai dengan ketentuan, tergantung dari jenis aktivitas.

ü  Perangkat keras, adalah berbagai macam perlengkapan yang diperlukan untuk maksud suatu kegiatan berupa meja, kursi/sofa, sound system/ public address, dekorasi, permadani, bendera, taman dan lain sebagainya
ü  Perangkat lunak, antara lain personil yang terlibat dalam rangka pelaksanaan suatu kegiatan seperti, penerima tamu, pemandu acara, petugas keamanan, petugas konsumsi dan sebagainya.

Yang perlu diperhatikan :

Ø  Ruang harus sesuai dengan kebutuhan (jumlah kursi dan meja)
Ø  Papan nama petunjuk yang diperlukan
Ø  Tata suara yang memadai, disesuaikan dengan tata ruang dan tempat
Ø  Tata lampu yang mencukupi kebutuhan.

Penjelasan mengenai perangkat keras sudah disebutkan, namun masih perlu diingat mengenai :

Ø  Jumlah kursi, meja dan perlengkapan sound system, perlengkapan konsumsi
Ø  Perangkat lunak, terdiri dari personil yang bertugas sebagai pelaksana di lapangan, termasuk pemandu acara/pembawa acara, penerima tamu, konsumsi, keamanan dan sebagainya
Ø  Khusus Pemandu Acara (MC), dapat dijelaskan sebagai berikut:

1)      Sebagai pemandu acara ia akan melaksanakan tugas sebagai MC

Ø  Sikap yang tegas dan berdisiplin tinggi
Ø  Volume suara yang konstan dan mantap
Ø  Kemampuan menguasai bahasa secara baik, bahasa Indonesia maupun bahasa asing.
Ø  Kepekaan terhadap situasi, dalam arti mampu menguasai keadaan dan mampu mengambil keputusan
Ø  Sifat yang tidak mudah tersinggung
Ø  Berkepribadian

2)      Pemandu acara adalah kemudi dari seluruh pelaksanaan kegiatan acara, oleh sebab itu harus trampil dengan cepat tanggap membaca situasi
3)      Harus dapat menempatkan diri cukup sopan dan simpatik
4)      Mengetahui  tempat  posisi  berdiri  yang  tepat  (menguasai  arena kegiatan)
5)      Pandai mengatur volume suara
6)      Tidak dibenarkan pemandu acara mengulas (memberikan komentar) pidato seseorang
7)      Mampu menguasai massa

Tata upacara,

Tata upacara adalah tata urutan kegiatan, yaitu bagaimana suatu acara harus disusun sesuai dengan jenis aktivitasnya.  Untuk keperluan itu harus diperhatikan:

  1. jenis kegiatan;
  2. bahasa pengantar yang dipergunakan;
  3. materi aktivitas.

Dalam tata upacara, supaya direncanakan siapa yang akan terlibat dalam kegiatan upacara, personil penyelenggara dan alat penunjang lain.  Pengisi acara, misal dalam memberikan sambutan, diperhatikan jenjang jabatan mereka yang akan memberikan sambutan.  Kesediaan mereka yang menyambut, jauh sebelumnya sudah dihubungi.  Untuk kelancaran suatu "upacara" diperlukan seorang "stage manajer" yang bertugas menjadi penghubung antara pembawa acara dan pelaksana upacara.

Tata Tempat (Preseance)

Kata preseance berasal dari bahasa Perancis atau dalam bahasa Inggris precende yang artinya urutan. Maksudnya disini adalah urutan berdasarkan prioritas, atau siapa yang lebih dulu.

Secara keseluruhan, dapat diartikan preseance adalah ketentuan atau norma yang berlaku dalam hal tata duduk para pejabat, yang biasanya didasarkan atas kedudukan ketatanegaraan dari pejabat yang bersangkutan, kedudukan administratif/struktural dan kedudukan sosial. Tata urutan tempat duduk di Indonesia diatur dengan Keputusan Presiden nomor 265 tahun 1968.

Pihak-pihak yang berhak didahulukan dalam preseance:

1)      Golongan Very Important Person (VIP), pihak yang didahulukan karena jabarannya atau kedudukannya.
2)      Golongan Very Important Citizen (VIC), pihak yang didahulukan karena derajatya, misalnya bangsawan dan sebagainnya.

Pedoman Preseance:
  1. Aturan dasar Preseance

ü  Orang yang dianggap paling utama atau tertinggi, mempunyai urutan paling depan atau mendahului,
ü  Jika orang-orang dalam posisi duduk atau berdiri berjajar, yang paling penting adalah mereka yang di sebelag kanan.

  1. Aturan umum tata tempat
ü  Jika duduknya menghadap meja, yang dianggap tempat pertama adalah menghadap pintu keluar. Yang duduk di dekat pintu dianggap paling terakhir.
ü  Dalam pengaturan tempat suatu jajaran (dari sisi ke sisi), yaitu bila orang-orang tersebut berjajar pada garis yang sama, maka tempat sebelah kanan di luar atau tempat yang paling tengah adalah yang pertama tergantung situasi.

  1. Aturan tempat duduk

Urutan tempat duduk diatur menurut aturan sebagai berikut:
ü  Yang didahulukan adalah tempat duduk yang paling tinggi
ü  Berikutnya diatur secara berurutan berdasarkan letak tempat sebelah yang utama, sebelah kanan merupakan urutan nomor tiga, sebelah kiri urutan nomor tiga.

  1. Atutan urutan memasuki kendaraan

Tata urutan memasuki kenderaan, bagi undangan resmi atau kenegaraan memerlukan perhatian dan penanganan khusus bahkan perencanaan yang matang. Tipe kenderaan juga mempengaruhi pengaturan itu. Peranan pengemudi, ia juga harus mengenal pengetahuan protokoler, termasuk penampilannya.
Beberapa cara bagaimana memasuki pesawat udara, kapal laut, kenderaan mobil atau kereta api sebagai berikut:
ü  Pesawat udara : Seorang dengan urutan pertama akan masuk pesawat udara yang paling akhir, sedangkan kalau menuruni pesawat, orang yang utama akan turun lebih dahulu.
ü  Kapal laut: orang yang utama, naik terlebih dahulu dan akan turun akan turun lebih dahulu
ü  Kenderaan mobil atau kereta: orang yang paling utama baik sewaktu naik maupun sewaktu turun akan mendahului yang lain.  Namun demikian apabila letak kendaraan tidak dapat diatur sedemikian rupa karena keadaan,   hal tersebut merupakan suatu perkecualian.
ü  Letak kenderaan hendaknya dihadapkan ke kiri, artinya arah kenderaan akan menuju, berada di sebelah kiri kita.
ü  Yang utama duduk di tempat duduk sebelah kanan, sedang berikutnya di sebelah kiri.
ü  Bila sampai ke tempat tujuan dan akan turun, hendaknya kenderaan dihadapkan ke sebelah kanan, sehingga memudahkan yang utama dapat turun lebih dahulu.
ü  Jika penumpang mobil tiga orang dan duduk di belakang, maka orang yang paling terhormat duduk disebelah kanan, orang ke dua duduk paling kiri, dan orang ketiga duduk di tengah.
ü  Jika mobil dimungkinkan di duduki oleh lebih dari 5 atau 6 orang, karena ada tambahan bak di tengah, maka bak yang paling tengah diduduki oleh orang yang paling rendah kedudukannya, yang lebih tinggi menduduki di sebelah kanan kirinya.

Tata Busana.

Tata busana disini ialah pakaian yang harus yang dimaksud ialah pakaian yang harus dikenakan pada suatu aktivitas protokoler, baik oleh para pejabat undangan ataupun pelaksana kegiatan.
Tata busana harus ditentukan atau dicantumkan pada surat undangan yang dikirimkan baik formal maupun informal.

Jenis tata busana yang perlu diketahui:

Ø  Pakaian Sipil Lengkap (PSL)
Ø  Pakaian Sipil Harian (PSH)
Ø  Pakaian Oinas Lapangan (PDL)
Ø  Pakaian Dinas Harian (PDH)
Ø  Pakaian Dinas Upacara I, II, II, (PDU) untuk kalangan militer.
Ø  Pakaian Resmi Jabatan (untuk pejabat tertentu)
Ø  Pakaian Nasional atau pakaian resmi organisasi (Dharma Wanita, Korpri)
Ø  Toga (Untuk Perguruan Tinggi/lnstitut)

TataWarkat.

Pengaturan mengenai undangan yang akan dikirim untuk suatu kegiatan. Hal yang perlu diperhatikan ialah:
Ø  Daftar nama tamu yang akan diundang hendaknya sudah disiapkan sesuai dengan jenis/keperluan kegiatan.
Ø  Jumlah undangan disesuaikan dengan kapasitas tempat, kepentingan serta tercapainya tujuan kegiatan sendiri.
Ø  Bentuk undangan sedapat mungkin dibakukan untuk setiap jenis kegiatan, baik mengenai format, isi dan sebagainya.
Ø  Menulis nama orang yang diundang hendaknya secara benar dan jelas baik mengenai nama, pangkat, jabatan dan alamatnya.
Ø  Dalam undangan perlu dijelaskan undangan diperuntukkan beserta istri/suami atau tidak.  Tidak dibenarkan dalam undangan resmi disebutkan undangan berlaku untuk beberapa orang.
Ø  Mencantumkan kode undangan pada sampul undangan untuk mempermudah penempatan duduknya.
Ø  Mencantumkan ketentuan mengenai pakaian yang dikenakan.
Ø  Menentukan batas waktu penerimaan tamu.
Ø  Catatan dalam undangan agar memberitahukan kehadirannya atau ketidak hadirannya (RSVP yang merupakan singkatan: Respondez s’il vous plaiz)
Ø  Undangan dikirim dalam waktu relatif tidak terlalu lama dengan waktu pelaksanaan kegiatan (seminggu sebelumnya hendaknya sudah terkirim).

  1. Tata Cara Mengatur Kegiatan Protokol

Dalam mengatur kegiatan keprotokolan harus memiliki:
ü  Tata cara, setiap kegiatan acara harus dilakukan secara tertib, khidmat serta setiap perbuatan atau tindakan yang dilakukan menurut aturan dan urutan yang telah dilakukan.
ü  Tata krama, yaitu etiket dalam pemberian penghormatan
ü  Aplikasi aturan-aturan, yaitu penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keprotokolan dan yang berkaitan dengan keprotokolan harus berlaku selaras dengan situasi dan kondisi.

  1. Peran dan Fungsi Protokoler

Peran dan fungsi protokoler turut menentukan keberhasilan kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi atau institusi. Disamping itu, protokol juga merupakan bagian yang melekat dari aktivitas perusahaan dan turut mewarnai budaya kerja, terutama bagi para petugas protokol yang sangat dekat perannya dalam mendukung tugas kepemimpinan, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Diperlukan adanya keberadaan protokol dalam sebuah lembaga/ perusahaan adalah karena protokol ikut menentukan terciptanya suasana yang memperngaruhi keberhasilan suatu acara yang dibuat oleh perusahaan tersebut. Selain itu dapat menciptakan tata pergaulan yang mndekatkan satu sama lain dan dapat diterima oleh semua pihak, terciptanya upacara yang khidmat, megah, dan agung, serta terciptanya ketertiban dan rasa aman dalam menjalankan tugas.


  1. Penyelenggaraan seminar

Tahapan penyelenggaraan seminar :
  1. Tahap orientasi
  2. Tahap persiapan
  3. Tahap pelaksanaan
  4. Tahap penutupan

  1. Tahap orientasi, yang perlu dipertimbangkan adalah :
ü  Latar belakang diadakannya suatu kegiatan
ü  Tujuan diadakannya suatu kegiatan
ü  Manfaat yang akan diperoleh dari suatu kegiatan yang diadakan
ü  Kemungkinan – kemungkinan yang akan terjadi jikan suatu kegiatan tersebut diadakan
  1. Tahap persiapan, langkah-langkahnya adalah :
ü  Pembentukan panitia, melalui pembentukan formatur atau musyawarah langsung.
ü  Rapat-rapat panitia, diperlukan untuk mengetahui persiapan – persiapan pelaksanaan kegiatan agar nantinya kegiatan pokok dapat berjalan lancer sesuai dengan yang diharapkan.
ü  Anggaran dana, membuat daftar periksa anggaran yang memuat informasi prediksi pengeluaran yang akan dikeluarkan.
  1. Tahap pelaksanaan
Memastikan penggunaan ruangan/gedung yang akan dipakai, memperhatikan kapasitasnya. fasilitas2 dan letak yang strategis dilihat dari prediksi asal peserta, kenderaan umum, dan juga penataan ruangan.

  1. Tahap penutupan
Bentuk kegiatan tahap akhir adalah rapat pertanggungjawaban atas seluruh tanggung jawab masing-masing personal/seksi sesuai dengan bagian yang menjadi tugasnya.
Setelah semua pekerjaan dianggap selesai maka dilakukan pembubaran panitia, biasanya dilakukan oleh pejabat tertinggi dalam kepanitiaan.

  1. Pembawa Acara (MC=Pemandu Acara)

1.      Pembawa acara merupakan bagian dari kegiatan protokoler.
2.      Istilah pembawa acara sering diartikan sama dengan Announcer {penymr), Toatmasier(pembawa acara untuk pesta-pesta). Masterof CErEmony(pembawa acara untuk acara yang sifatnya seremonial. misalnya: upacara wisuda, upacara kenegaraan, dsb).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan :
  1. Berbusana yang baik
  2. Nada/volume suara yang baik
  3. Tata bahasa yang baik
  4. Bersikap yang baik
  5. Cara bertindak dari acara satu ke acara yang lain
  6. Cara menutup acara yang baik


B.             UNDANG-UNDANG PROTOKOLER

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.   Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan, atau masyarakat.
2.   Acara Kenegaraan adalah acara yang diatur dan dilaksanakan oleh panitia negara secara terpusat, dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta Pejabat Negara dan undangan lain.
3.   Acara Resmi adalah acara yang diatur dan dilaksanakan oleh pemerintah atau lembaga negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu dan dihadiri oleh Pejabat Negara dan/atau Pejabat Pemerintahan serta undangan lain.
4.   Tata Tempat adalah pengaturan tempat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi.
5.   Tata Upacara adalah aturan untuk melaksanakan upacara dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi.
6.   Tata Penghormatan adalah aturan untuk melaksanakan pemberian hormat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan Negara asing dan/atau organisasi internasional, dan Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi.
7.   Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pejabat Negara yang secara tegas ditentukan dalam Undang-Undang.
8.   Pejabat Pemerintahan adalah pejabat yang menduduki jabatan tertentu dalam pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah.
9.   Tamu Negara adalah pemimpin negara asing yang berkunjung secara kenegaraan, resmi, kerja, atau pribadi ke negara Indonesia.
10. Tokoh Masyarakat Tertentu adalah tokoh masyarakat yang berdasarkan kedudukan sosialnya mendapat pengaturan Keprotokolan.
11. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Pasal 2
Keprotokolan diatur berdasarkan asas:
a.   kebangsaan;
b.   ketertiban dan kepastian hukum;
c.   keseimbangan, keserasian, dan keselarasan; dan
d.   timbal balik.
Pasal 3
Pengaturan Keprotokolan bertujuan untuk:
a.   memberikan penghormatan kepada Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan Negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu, dan/atau Tamu Negara sesuai dengan kedudukan dalam negara, pemerintahan, dan masyarakat;
b.   memberikan pedoman penyelenggaraan suatu acara agar berjalan tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai dengan ketentuan dan kebiasaan yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional; dan
c.   menciptakan hubungan baik dalam tata pergaulan antarbangsa.

Pasal 4
(1) Ruang lingkup pengaturan dalam Undang-Undang ini meliputi:
a.   Tata Tempat;
b.   Tata Upacara; dan
c.   Tata Penghormatan.
(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan hanya dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi bagi;
a.   Pejabat Negara;
b.   Pejabat Pemerintahan;
c.   perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional; dan
d.   Tokoh Masyarakat Tertentu.
Pasal 5
(1) Penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan Acara Resmi dilaksanakan sesuai dengan aturan Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan.
(2) Acara Kenegaraan dan Acara Resmi dapat berupa upacara bendera atau bukan upacara bendera.
(3) Dalam hal terjadi situasi dan kondisi tertentu yang tidak memungkinkan terlaksananya atau berlangsungnya Acara Kenegaraan atau Acara Resmi, pelaksanaan acara dimaksud menyesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu tersebut.
(4) Penyesuaian pelaksanaan Acara Kenegaraan atau Acara Resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diputuskan oleh inspektur upacara.

Pasal 6
(1) Acara Kenegaraan diselenggarakan oleh Negara dan dilaksanakan oleh panitia negara yang diketuai oleh menteri yang membidangi urusan kesekretariatan negara.
(2) Dalam hal Acara Kenegaraan diselenggarakan di lingkungan lembaga negara lain, pelaksanaannya dilakukan oleh kesekretariatan lembaga Negara dimaksud berkoordinasi dengan panitia Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Penyelenggaraan acara kenegaraan dapat dilaksanakan di Ibukota Negara Republik Indonesia atau di luar Ibukota Negara Republik Indonesia.

Pasal 7
(1) Penyelenggaraan Keprotokolan Acara Resmi dilaksanakan oleh petugas protokol yang merupakan bagian dari kesekretariatan lembaga negara dan/atau instansi pemerintahan.
(2) Penyelenggaraan Acara Resmi dilakukan oleh:
a.   lembaga negara yang kewenangannya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.   lembaga negara yang dibentuk dengan atau dalam Undang-Undang;
c.   kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian;
d.   instansi pemerintah pusat dan daerah; dan
e.   organisasi lain.
(3) Penyelenggaraan Acara Resmi diselenggarakan di Ibukota Negara Republik Indonesia dan/atau dapat di luar Ibukota Negara Republik Indonesia.

Pasal 8
Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan Negara asing dan/atau organisasi internasional, Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi mendapat tempat sesuai dengan pengaturan Tata Tempat.

Pasal 9
(1) Tata Tempat dalam Acara Kenegaraan dan Acara Resmi di Ibukota Negara Republik Indonesia ditentukan dengan urutan:
a.   Presiden Republik Indonesia;
b.   Wakil Presiden Republik Indonesia;
c.   mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden Republik Indonesia;
d.   Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;
e.   Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;
f.    Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia;
g.   Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia;
h.   Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia;
i.    Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia;
j.    Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia;
k.   perintis pergerakan kebangsaan/ kemerdekaan;
l.    duta besar/Kepala Perwakilan Negara Asing dan Organisasi Internasional;
m. Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Badan Penyelenggara Pemilihan Umum, Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Wakil Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, dan Wakil Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia;
n.   menteri, pejabat setingkat menteri, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, serta Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia;
o.   Kepala Staf Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Tentara Nasional Indonesia;
p.   pemimpin partai politik yang memiliki wakil di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;
q.   anggota Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Ketua Muda dan Hakim Agung Mahkamah Agung Republik Indonesia, Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, dan anggota Komisi Yudisial Republik Indonesia;
r.    pemimpin lembaga negara yang ditetapkan sebagai pejabat negara, pemimpin lembaga negara lainnya yang ditetapkan dengan undang-undang, Deputi Gubernur Senior dan Deputi Gubernur Bank Indonesia, serta Wakil Ketua Badan Penyelenggara Pemilihan Umum;
s.   gubernur kepala daerah;
t.    pemilik tanda jasa dan tanda kehormatan tertentu;
u.   pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, Wakil Menteri, Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Tentara Nasional Indonesia, Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia, Wakil Gubernur, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, pejabat eselon I atau yang disetarakan;
v.    bupati/walikota dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; dan
w.   Pimpinan tertinggi representasi organisasi keagamaan tingkat nasional yang secara faktual diakui keberadaannya oleh Pemerintah dan masyarakat.
(2) Tata Tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diadakan di luar Ibukota Negara Republik Indonesia diatur dengan berpedoman pada urutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 10
(1) Tata Tempat dalam Acara Resmi di provinsi ditentukan dengan urutan:
a.   gubernur;
b.   wakil gubernur;
c.   mantan gubernur dan mantan wakil gubernur;
d.   Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi atau nama lainnya;
e.   kepala perwakilan konsuler negara asing di daerah;
f.    Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi atau nama lainnya;
g.   sekretaris daerah, panglima/komandan tertinggi Tentara Nasional Indonesia semua angkatan, kepala kepolisian, ketua pengadilan tinggi semua badan peradilan, dan kepala kejaksaan tinggi di provinsi;
h.   pemimpin partai politik di provinsi yang memiliki wakil di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi;
i.    anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi atau nama lainnya, anggota Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh dan anggota Majelis Rakyat Papua;
j.    bupati/walikota;
k.   Kepala Kantor Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan di daerah, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah, ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah;
l.    pemuka agama, pemuka adat, dan Tokoh Masyarakat Tertentu tingkat provinsi;
m.  Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota;
n.   wakil bupati/wakil walikota dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota;
o.   anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota;
p.   asisten sekretaris daerah provinsi, kepala dinas tingkat provinsi, kepala kantor instansi vertikal di provinsi, kepala badan provinsi, dan pejabat eselon II; dan
q.   kepala bagian pemerintah daerah provinsi dan pejabat eselon III.
(2) Penyelenggara negara, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) hadir dalam Acara Resmi di provinsi menempati urutan Tata Tempat terlebih dahulu.

Pasal 11
(1) Tata Tempat dalam Acara Resmi di kabupaten/kota ditentukan dengan urutan:
a.   bupati/walikota;
b.   wakil bupati/wakil walikota;
c.   mantan bupati/walikota dan mantan wakil bupati/wakil walikota;
d.   Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota atau nama lainnya;
e.   Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota atau nama lainnya;
f.    sekretaris daerah, komandan tertinggi Tentara Nasional Indonesia semua angkatan, kepala kepolisian, ketua pengadilan semua badan peradilan, dan kepala kejaksaan negeri di kabupaten/kota;
g. pemimpin partai politik di kabupaten/kota yang memiliki wakil di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota;
h.   anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota atau nama lainnya;
i.    pemuka agama, pemuka adat, dan Tokoh Masyarakat Tertentu tingkat kabupaten/ kota;
j.    asisten sekretaris daerah kabupaten/kota, kepala badan tingkat kabupaten/kota, kepala dinas tingkat kabupaten/kota, dan pejabat eselon II, kepala kantor perwakilan Bank Indonesia di tingkat kabupaten, ketua komisi pemilihan umum kabupaten/kota;
k.   kepala instansi vertikal tingkat kabupaten/kota, kepala unit pelaksana teknis instansi vertikal, komandan tertinggi Tentara Nasional Indonesia semua angkatan di kecamatan, dan kepala kepolisian di kecamatan;
l.    kepala bagian pemerintah daerah kabupaten/kota, camat, dan pejabat eselon III; dan
m.  lurah/kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dan pejabat eselon IV.
(2) Dalam hal penyelenggara negara, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) hadir dalam Acara Resmi di kabupaten/kota, para pejabat tersebut menempati urutan Tata Tempat terlebih dahulu.

Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 13
Tata Tempat bagi penyelenggara dan/atau pejabat tuan rumah dalam pelaksanaan Acara Resmi sebagai berikut:
a.   dalam hal Acara Resmi dihadiri Presiden dan/atau Wakil Presiden, penyelenggara dan/atau pejabat tuan rumah mendampingi Presiden dan/atau Wakil Presiden.
b.   dalam hal Acara Resmi tidak dihadiri Presiden dan/atau Wakil Presiden, penyelenggara dan/atau pejabat tuan rumah mendampingi Pejabat Negara dan/atau Pejabat Pemerintah yang tertinggi kedudukannya.

Pasal 14
(1) Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan dan/atau Acara Resmi dapat didampingi istri atau suami.
(2) Istri atau suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menempati urutan sesuai Tata Tempat suami atau istri.

Pasal 15
(1) Dalam hal Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, kepala perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu berhalangan hadir pada Acara Kenegaraan atau Acara Resmi, tempatnya tidak diisi oleh yang mewakilinya.
(2) Seorang yang mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendapat tempat sesuai dengan kedudukan sosial dan kehormatan yang diterimanya atau jabatannya.

Pasal 16
Upacara bendera hanya dapat dilaksanakan untuk Acara Kenegaraan atau Acara Resmi:
a.   Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia;
b.   hari besar nasional;
c.   hari ulang tahun lahirnya lembaga negara;
d.   hari ulang tahun lahirnya instansi pemerintah; dan
e.   hari ulang tahun lahirnya provinsi dan kabupaten/kota.

Pasal 17
Tata upacara bendera dalam penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan Acara Resmi meliputi:
a.   tata urutan dalam upacara bendera;
b.   tata bendera negara dalam upacara bendera;
c.   tata lagu kebangsaan dalam upacara bendera; dan
d.   tata pakaian dalam upacara bendera.

Pasal 18
Tata urutan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a meliputi tata urutan upacara bendera dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan tata urutan upacara bendera dalam upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b sampai dengan huruf e.

Pasal 19
Tata urutan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a sekurang-kurangnya meliputi:
a.   pengibaran bendera negara diiringi dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya;
b.   mengheningkan cipta;
c.   pembacaan naskah Pancasila;
d.   pembacaan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
e.   pembacaan doa.

Pasal 20
Tata urutan upacara bendera dalam rangka peringatan hari ulang tahun proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 sekurang-kurangnya meliputi:
a.   pengibaran bendera negara diiringi dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya;
b.   mengheningkan cipta;
c.   mengenang detik-detik Proklamasi diiringi dengan tembakan meriam, sirine, bedug, lonceng gereja dan lain-lain selama satu menit;
d.   pembacaan Teks Proklamasi; dan
e.   pembacaan doa.

Pasal 21
Tata bendera negara dalam upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b meliputi:
a.   bendera dikibarkan sampai dengan saat matahari terbenam;
b.   tiang bendera didirikan di tempat upacara; dan
c.   penghormatan pada saat pengibaran atau penurunan bendera.

Pasal 22
(1) Tata lagu kebangsaan dalam upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c meliputi:
a.   pengibaran atau penurunan bendera Negara dengan diiringi lagu kebangsaan;
b.   iringan lagu kebangsaan dalam pengibaran atau penurunan bendera negara dilakukan oleh korps musik atau genderang dan/atau sangkakala, sedangkan seluruh peserta upacara mengambil sikap sempurna dan memberikan penghormatan menurut keadaan setempat.
(2) Dalam hal tidak ada korps musik atau gendering dan/atau sangkakala pengibaran atau penurunan bendera negara diringi dengan lagu kebangsaan oleh seluruh peserta upacara.
(3) Waktu pengiring lagu untuk pengibaran atau penurunan bendera tidak dibenarkan menggunakan musik dari alat rekam.

Pasal 23
(1) Tata pakaian upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi disesuaikan menurut jenis acara.
(2) Dalam Acara Kenegaraan digunakan pakaian sipil lengkap, pakaian dinas, pakaian kebesaran, atau pakaian nasional yang berlaku sesuai dengan jabatannya atau kedudukannya dalam masyarakat.
(3) Dalam Acara Resmi dapat digunakan pakaian sipil harian atau seragam resmi lain yang telah ditentukan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian sipil lengkap, pakaian dinas, pakaian kebesaran, pakaian nasional, pakaian sipil harian, atau seragam resmi diatur dalam Peraturan Presiden.

Pasal 24
(1) Untuk melaksanakan upacara bendera dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi, diperlukan kelengkapan dan perlengkapan.
(2) Kelengkapan upacara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain, meliputi:
a.   inspektur upacara;
b.   komandan upacara;
c.   perwira upacara;
d.   peserta upacara;
e.   pembawa naskah;
f.    pembaca naskah; dan
g.   pembawa acara.
(3) Perlengkapan upacara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain, meliputi:
a.   bendera;
b.   tiang bendera dengan tali;
c.   mimbar upacara;
d.   naskah Proklamasi;
e.   naskah Pancasila;
f.    naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
g.   teks doa.

Pasal 25
Dalam hal terjadi situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan terlaksananya tata upacara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, tata upacara dilaksanakan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi tersebut.

Pasal 26
Upacara bukan upacara bendera dapat dilaksanakan untuk Acara Kenegaraan atau Acara Resmi.

Pasal 27
Tata Upacara bukan upacara bendera dalam penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan Acara Resmi meliputi tata urutan upacara dan tata pakaian upacara.

Pasal 28
Tata urutan acara bukan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi, antara lain, meliputi:
a.   menyanyikan dan/atau mendengarkan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya;
b.   pembukaan;
c.   acara pokok; dan
d.   penutup.

Pasal 29
(1) Tata pakaian upacara bukan upacara bendera dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi disesuaikan menurut jenis acara.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata pakaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.

Pasal 30
Bendera negara dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi upacara bukan upacara bendera dipasang pada sebuah tiang bendera dan diletakkan di sebelah kanan mimbar.

Pasal 31
(1) Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi mendapat penghormatan.
(2) Penghormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.   penghormatan dengan bendera negara;
b.   penghormatan dengan lagu kebangsaan; dan/atau
c.   bentuk penghormatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Tata penghormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 32
Tamu Negara, tamu pemerintah, dan/atau tamu lembaga negara lain yang berkunjung ke Negara Indonesia mendapat pengaturan keprotokolan sebagai penghormatan kepada negaranya sesuai dengan asas timbal balik, norma-norma, dan/atau kebiasaan dalam tata pergaulan internasional.

Pasal 33
(1) Tamu Negara terdiri atas presiden, raja, kaisar, ratu, yang dipertuan agung, paus, gubernur jenderal, wakil presiden, perdana menteri, kanselir, dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
(2) Tamu pemerintah dan/atau tamu lembaga Negara lainnya dapat terdiri atas pejabat tinggi lembaga negara asing lain, mantan kepala negara/pemerintahan atau wakilnya, wakil perdana menteri, menteri atau setingkat menteri, kepala perwakilan negara asing, utusan khusus dan tokoh masyarakat asing/internasional tertentu lain yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Kunjungan Tamu Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.   kunjungan kenegaraan;
b.   kunjungan resmi;
c.   kunjungan kerja; atau
d.   kunjungan pribadi.

Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan keprotokolan terhadap Tamu Negara, tamu pemerintah, dan/atau tamu lembaga negara lain diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 35
Penyelenggaraan keprotokolan di daerah khusus atau daerah istimewa dilaksanakan dengan menghormati kekhususan atau keistimewaan daerah tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 36
Pendanaan keprotokolan dalam Acara Kenegaraan dan Acara Resmi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pasal 37
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3363) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 38
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3363) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 39
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.





REFERENSI


Haryati, Sri. Keprotokolan di Indonesia, Pengertian dan Istilah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Olii, Helena. Pengetahuan Protokol. Jakarta: Fikom UMB, 2007.

Wiryandari, Rosita. Sejarah dan Fungsi Keprotokolan. Jakarta: Fikom UMB, 2007

www.panca .wordpress.com/2006/07/17/sejarah-kata-protokol.

www.unpad.ac.id. Anbarini, Ratih. Protokol berperan penting dalam pencitraan
       oragnaisasi.

http://kbbi.web.id/protokoler